“…The initial hypothesis of this research is
that batik has fractional fractal dimension, which means that batik is fractal.
The hypothesis’ background is the making of “isen” in batik motifs. Isen itself
is the process of filling the space left by main motifs with ornamentations…”
Demikian yang tertulis pada bagian introduction dalam paper berjudul "Batik Fractial: Traditional Art to Modern Complexity".
Paper ini ditulis berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh tiga orang
Indonesia termasuk Yun Hariadi dan Muhammad Lukman dari Institut Teknologi
Bandung. Riset kemudian mengungkap bahwa motif batik yang cantik dan geometris
ternyata bisa dihasilkan dengan pola rumus matematis. “Hasil riset ini yang
kemudian melahirkan penemuan software JBatik,” kata Nancy Margried—rekan Yun
dan Lukman, kepada Inspirasi.
Software jBatik diciptakan sejak tahun 2007 lalu, tidak lama
setelah hasil riset Lukman dan kawan-kawan lolos seleksi untuk dipresentasikan
dalam ajang Committee of 10th Generative Art International Conference in
Politecnico, di Milan, Italia. Terdorong untuk merealisasikan penemuan ini,
Nancy bersama Yun dan Lukman mendirikan Piksel Indonesia, dimana Nancy menjadi
CEO, Lukman menjadi Chief Design Officer dan Yun sebagai Chief Research
Officer.
Perlahan, software ini
mulai dikenal masyarakat, terutama yang berdomisili di Bandung, tempat Piksel
Indonesia bermarkas. Ridwan Kamil, arsitek asal Bandung menyebut bahwa ibu-ibu
di daerah Dago Pojok sudah bisa membuat pola batik memakai software jBatik.
Pengakuan internasional juga berhasil diraih ketika Muhammad Lukman terpilih
sebagai pemenang International Young Creative Enterpreneur Award 2010 yang
diadakan oleh British Council.
Menurut Nancy, semua motif batik pasti mengandung unsur
fractal, suatu cabang ilmu matematika yang berfokus pada pengulangan, dimensi,
literasi dan pecahan. Bahkan untuk meyakinkan dugaan ini, Yun sempat meriset
300 motif batik Indonesia. “Pada saat kami menciptakannya tahun 2007, kami
tidak berpikir jBatik ini dapat dipakai oleh banyak orang karena memang proses
pengoperasiannya cukup rumit,” kata Nancy. Namun Nancy melihat bahwa jBatik
dapat membantu banyak orang, sehingga ia makin bersemangat untuk menyederhanakan
jBatik. “Proses penyederhanaan ini masih berlangsung hingga sekarang.”
Selain terkesan rumit, penemuan jBatik ini sendiri kemudian
sempat memancing kontroversi, bahkan Nancy mengakui ada pihak yang menuduhnya
telah merusak nilai luhur batik Indonesia. “Ada yang khawatir kalau
keterlibatan komputer akan menghapus filosofi budaya batik yang tinggi,” kata
Nancy. Namun Nancy ternyata sudah memperkirakan akan adanya pihak-pihak yang
tidak setuju terhadap idenya dan kemudian selama setahun penuh mempersiapkan
diri untuk menghadapi isu tersebut.
Nancy lalu berusaha meyakinkan semua
pihak bahwa batik tidak hanya bisa dilihat sebagai icon budaya
yang mengandung nilai sejarah dan filosofi saja. “Batik memiliki nilai ekonomi
yang selalu harus ditingkatkan,” tegasnya. Batik, kata Nancy juga perlu
dikembangkan dalam berbagai bidang untuk mendukung para pelakunya secara
ekonomi. “Perkembangan batik dari segi teknologi memang belum pernah dilakukan,
namun sudah saatnya dilakukan karena itu dapat dilakukan,” kata Nancy.
Kini, siapapun bisa mendesain motif batiknya sendiri dengan
menggunakan jBatik. “Inilah yang membedakan proses membuat batik dengan jBatik
atau secara tradisional,” kata Nancy. Secara tradisional, jelas Nancy, biasanya
pembatik langsung mendesain motif dan ornamen dengan menggunakan pensil atau
langsung dengan canting di kain. “Setelah itu, proses membatik tetap dapat
diteruskan dengan mencanting atau mencap,”kata Nancy.
Oleh karena batik termasuk produk
fashion, maka Piksel tidak hanya memproduksisoftware jBatik,
melainkan juga menciptakan kreasi batik yang diciptakan software itu
sendiri, yang diberi label, Batik Fractal. Beragam kreasi batik ini terdiri
atas koleksi pakaian pria, pakaian wanita, akesoris, dan lain-lain dimana
teknik batik bisa diaplikasikan. Peminat bisa mendapatkannya secara online,
bahkan bisa memesan desain yang customized. “Sampai saat ini, para
peminat berasal dari seluruh Indonesia, Eropa, Amerika dan Australia,” kata
Nancy.
Rupanya, produk Batik Fractal ini
cukup mendapat tempat di hati peminatnya, bahkan menurut Nancy, Batik Fractal
tumbuh 20 persen pertahun sejak pertama kali diperkenalkan sejak 2009 lalu.
“Kami hanya menjual secara online, namun kami memiliki satu galeri
di Bali,” kata Nancy. Ia menambahkan omset produknya bisa mencapai Rp 50-60
juta perbulan.
Selain mengandalkan social media, Batik Fractal tidak banyak
melakukan strategi promosi yang berarti. “Kami juga mengandalkan publikasi
melalui media-media atau ketika kami diundang datang ke seminar-seminar,”
tambah Nancy.
Kini, memasarkan Batik Fractal
sedikit lebih mudah bagi Nancy dibadingkan memasarkan jBatik. “Memasarkan software di
Indonesia hampir mustahil dilakukan karena 90% software yang
beredar di pasaran adalah bajakan,” katanya. Namun setidaknya, kata Nancy, ia
berusaha menginspirasi masyarakat untuk melihat sesuatu dari sudut pandang yang
berbeda. “Bahwa setiap hal, bahkan sesuatu yang sangat tradisional seperti
batik memiliki dimensi yang luas dan banyak facet,” katanya.
0 komentar:
Post a Comment